RIS kembali ke RI (makalah)
1.
Pembentukan
Negara RIS
RIS terbentuk dengan adanya
persetujuan dari KMB. RIS terdiri dari 16 negara bagian. RI adalah negara
bagian terpenting, memiliki daerah paling luas, dan jumlah penduduk terbanyak.
Kabinet RIS adalah Zaken Kabinet.
Ø Tokoh-tokoh Zaken Kabinet :
Dari pihak RI :
Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Ir. Djuanda, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold Mononutu, dan Ir. Herling Laoh.
Dari pihak BFO :
Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede
Agung.
2.
Kembali ke NKRI
1.
Anggota Kabinet
RIS umumnya pendukung NKRI
2.
Rakyat
Indonesia beranggapan bahwa pembentukan RIS adalah upaya Belanda untuk memecah
belah kembali Indonesia
3.
Tidak didukung
ideologi yang kuat
4.
Tidak mendapat
dukungan rakyat
5.
RIS menghadapi
sisa-sisa kekuatan Belanda seperti KNIL dan KL serta golongan yang takut
kehilangan haknya karena Belanda meninggalkan Indonesia
Di beberapa daerah
dan negara bagian timbul gerakan menuntut pembubaran RIS dan pembentukan negara
kesatuan. Gerakan itu juga bersamaan dengan pemberontakan bersenjata oleh bekas
tentara KNIL di beberapa negara bagian, seperti APRA, Andi Aziz, dan RMS.
Tanggal 8 Maret
1950, pemerintah RI mengeluarkan UU Darurat Nomor II tahun 1950 dengan
persetujuan parlemen. Yang berisi, negara-negara bagian diperbolehkan bergabung
denga RI.
Tanggal 5 April
1950, hanya tinggal 2 negara bagian yang belum bergabung dengan RI yaitu, NST
dan NIT.
Pembentukan negara
kesatuan terjadi setelah NIT dan NST mengajukan keinginannya untuk bergabung
dalam wilayah NKRI. Tanggal 19 Mei 1950 diadakan persetujuan RIS-RI . Pihak RIS
diwakili oleh Moh.Hatta dan pihak RI diwakili oleh dr. Abdul Halim. Pertemuan
tersebut menghasilkan keputusan bahwa NKRI akan dibentuk oleh RIS-RI di
Yogyakarta.
Untuk mewujudkan
rencana tersebut dibentuklah Panitia Gabungan RI-RIS yg bertugas merancang UUD
NKRI. Diketuai oleh Menteri Kehakiman RIS Prof. Dr. Mr. Supomo. Berhasil
menyusun Rancangan UUD NKRI pada tanggal 20 Juli 1950. Rancangan UUD kemudian
diserahkan kepada perwakilan negara-negara bagian untuk disempurnakan
Pada tanggal 14
Agustus 1950, Rancangan UUD itu diterima dengan baik oleh Senat dan Perlemen
RIS serta KNIP. Pada tanggal 15 Agustus 1950, melalui UU No.7 tahun 1950,
Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD tersebut menjadi UUDS 1950.
Akhirnya, tanggal
17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI berdasarkan UUDS
1950.
MASA DEMOKRASI LIBERAL
Pada masa ini,
NKRI dibagi menjadi 10 provinsi yang memiliki otonomi. Selama UUDS 1950 berlaku
(1950-1959), pemerintah Indonesia mengalami 7 kali pergantian kabinet.
- Kabinet Natsir (6 September 1950-21
Maret 1951)
Kabinet koalisi
yang berintikan partai Masyumi. Program program terpenting :
1.
Menggiatkan
usaha keamanan dan ketenteraman
2.
Mencapai
konsolidasi dan menyempurnakan susunan
pemerintahan
3.
Memperjuangkan
dan menyempurnakan organisasi angkatan perang dan bekas-bekas anggota tentara
perang dan gerilya dalam masyarakat.
4.
Mengembangkan
dan memperkuat kekuatan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi
nasional yang sehat.
Disamping program-program tadi,
Kabinet Natsir juga mempunyai beban berat menyangkut upaya pengembalian Irian
Barat ke tangan Indonesia. Pada masa kabinet ini juga dilangsungkan perundingan
antara Indonesia-Belanda menyangkut masalah tersebut pada tanggal 4 Desember 1950.
Perundingan
tersebut tidak menemukan jalan. Inilah yang menyebabkan munculnya
ketidakpercayaan terhadap kabinet ini. Tekanan semakin besar saat Handikusumo
dari PNI menyatakan mosi tidak percaya, dan menyebabkan Kabinet Natsir jatuh.
Pada tanggal 21 Maret 1951, Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden
Soekarno.
- Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Presiden Soekarno
memerintahkan Sidik Joyosukarto dari PNI dan Dr. Sukiman Wirjosandjojo dari
Masyumi untuk membentuk kabinet baru dalam waktu 5 hari. Dan pada tanggal 26
April 1951 diumumkan susunan kabinet baru dibawah pimpinan Dr. Sukiman
Wirjosandjojo dan Suwirjo.
Program kerjanya sebagai berikut :
1.
Keamanan
2.
Sosial-ekonomi
3.
Mempercepat
persiapan-persiapan pemilu
4.
Politik luar
negeri
- Kabinet
Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
Setelah berusaha
keras selama 2 minggu, Mr. Wilopo membacakan susunan kabinetnya yang terdiri
atas PNI dan Masyumi.
Program kerjanya sebagai berikut :
1.
Pemilu
2.
Kemakmuran
3.
Pendidikan
rakyat
4.
Keamanan
5.
Program luar
negeri khususnya untuk masalah Irian Barat
6.
Politik luar
negeri
Pemerintahan
kabinet ini dihadapkan pada kondisi ekonomi yang kritis karena jatuhnya harga
barang-barang ekspor Indonesia. Meskipun telah melakukan penghematan, defisit
tidak dapat dihindari.
Kesulitan lainnya adalah munculnya provinsialisme
dan separatisme. Keadaan itu membahayakan keutuhan bangsa dan negara
Republik Indonesia.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kabinet Wilopo :
v PERISTIWA 17 OKTOBER 1952
Peristiwa ini
dimulai dengan adanya upaya dari kalangan parlemen untuk menempatkan TNI
sebagai alat sipil seperti di negara-negara Barat. Saat itu terjadi pergolakan
intern dalam tubuh TNI yang berhubungan dengan kebijakan KSAD Kolonel A.H.
Nasution. Tokoh penentang dipimpin oleh Kolonel Bambang Supeno. Kolonel Bambang
Supeno mendapat dukungan dari presiden sehingga ia mengirim surat kepada
Menteri Pertahanan yang berisi petisi pergantian KSAD. Hal ini menjadi bahan
perdebatan dalam parlemen. Hal ini juga menimbulkan prasangka terhadap politisi
bekas negara boneka buatan Belanda sehingga muncul berbagai demonstrasi rakyat
di berbagai daerah yang menuntut dibubarkannya parlemen, tetapi ditolak oleh
Presiden Soekarno.
v PERISTIWA TANJUNG MORAWA
Peristiwa ini
terjadi pada masa kabinet Wilopo. Hal ini terjadi karena pemerintah sesuai
dengan persetujuan KMB mengizinkan pengusa asing untuk kembali mengusahakan
tanah-tanah perkebunan. Pada tanggal 16 Maret 1953, polisi dengan kekerasan
mengusir para penggarap tanah tanpa izin. Akan tetapi, para petani yang sudah
terhasut PKI menolak untuk pergi sehingga terjadilah bentrokan senjata yang
menewaskan 5 orang petani. Akibatnya, pada tanggal 2 Juni 1953 Wilopo
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
4.
Kabinet Ali
Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Setelah
mengalami krisis pemerintahan selama 58 hari, kabinet baru terbentuk dengan Mr.
Ali Sastroamijoyo sebagai perdana menterinya yang didukung oleh PNI dan NU.
Kabinet Ali 1 ini masih harus menghadapi persoalan keamanan di daerah-daerah
yang masih belum dapat dipulihkan, seperti pemberontakan DI/TII di Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Prestasi
yang paling menonjol yang terjadi pada masa Kabinet Ali 1 adalah berhasil
diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tanggal 18-24 April
1955.
Kabinet
Ali 1 merupakan kabinet yang paling lama memerintah pada masa liberal. Akan
tetapi, kabinet ini menyerahkan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 24 Juli
1955 yang penyebab utamanya karena masalah TNI-AD sebagai kelanjutan dari
peristiwa 17 Oktober 1952.
Selain
itu, keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
semakin membahayakan, mengakibatkan kepercayaan masyarakat semakin merosot.
Masalah lain yang menyebabkan keretakan dalam Kabinet Ali 1 adalah NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955,
yang kemudian diikuti oleh partai-partai lainnya. Keretakan dalam kabinet ini
memaksa Ali Sastroamijoyo mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
- Kabinet Burhanuddin
Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
Ketika
Kabinet Ali 1 menyerahkan mandatnya, Presiden Soaekarno sedang menunaikan
ibadah Haji ke tanah suci. Oleh karena itu, Wakil Presiden Moh. Hatta pada
tanggal 29 Juli 1955 mengumumkan tiga nama formatur yang bertugas membentuk
kabinet baru, yaitu Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI), dan Assaat (non-partai).
Kemudian, Burhanuddin Harahap (Masyumi) ditunjuk untuk membentuk kabinet baru.
Segera
setelah kabinet baru terbentuk, Polisi militer menangkap Mr. Djody Gondokusumo,
mantan Menteri Kehakiman dalam Kabinet Ali 1, dengan tuduhan korupsi.
Selanjutnya pada tanggal 14 Agustus 1955, serangkaian penangkapan terhadap
pejabat tinggi berlangsung.
Program Kabinet Burhanuddin yang harus segera dilaksanakan adalah pemilihan
umum. Pada pemilu 1955, telah menghasilkan 4 partai politik yang memperoleh
suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Dengan
berakhirnya pemilihan umum, tugas Kabinet Burhanuddin dianggap telah selesai
sehingga perlu dibentuk kabinet baru yang bertanggung jawab terhadap parlemen
yang baru.
Selain
itu, banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan juga dipermasalahkan karena
dianggap menimbulkan ketidak tenangan.
Akhirnya pada
tanggal 3 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin jatuh.
- Kabinet
Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)
Pada tanggal 8
Maret 1959, Presiden Soekarno menunjuk Ali Sastroamijoyo untuk membentuk
kabinet baru. Kabinet baru itu secara resmi diumumkan pada tanggal 20 Maret
1956. Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang
memuat program-program jangka panjang sebagai berikut :
1.
Perjuangan
pengembalian Irian Barat.
2.
Pembentukan
daerah-daerah otonom dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3.
Mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4.
Menyehatkan
perimbangan keuangan negara.
5.
Mewujudkan
perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasrkan kepentingan
rakyat.
Pada
peringatan Sumpah Pemuda tahun 1957, Presiden Soekarno menyatakan bahwa segala
kesulitan yang dihadapi bangsa pada waktu itu disebabkan banyaknya
partai-partai politik.
Dengan alasan menyelamatkan negara,
Presiden Soekarno mengajukan Konsepsi Presiden yang isi pokoknya adalah
pembentukan Demokrasi Terpimpin.
Di dalam kabinet itu sendiri timbul
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai dengan tuntutan daerah, sedangkan pihak PNI
berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan
parlementer.
Padabulan Januari 1957, Masyumi
menarik menteri-menterinya dari kabinet. Hal itu sangat melemahkan posisi
Kabinet Ali 2 sehingga pada tanggal 14 Maret 1957 Ali Sastroamijoyo terpaksa
menyerahkan mandatnya kembali kepada Presiden.
- Kabinet
Juanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Kabinet
Juanda resmi dibentuk pada tanggal 9 April 1957. Kabinet Juanda merupakan Zaken
Kabinet, dengan komposisi perdana menteri Ir. Juanda dan tiga orang wakil,
yaitu Mr. Hardi, Idham Chalid, dan Dr. Leimena. Kabinet ini memiliki tugas
berat, terutama dalam menghadapi pergolakan di daerah-daerah, perjuangan
mengembalikan Irian Barat, serta mengahdapi keadaan ekonomi dan keuangan yang
buruk. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Kabinet Juanda menyusun
program yang terdiri atas 5 pasal yang disebut denngan Pancakarya. Oleh
karena itu, Kabinet Juanda disebut sebagai Kabinet Karya.
Program-program Pancakarya adalah sebagai berikut :
1.
Membentuk Dewan
Nasional (Badan baru untuk menampung dan menyalurkan kekuatan-kekuatan yang ada
dalam masyarakat).
2.
Normalisasi
keadaan Republik.
3.
Melancarkan
pelaksanaan pembatalan KMB.
4.
Perjuangan
Irian Barat.
5.
Mempergiat
pembangunan.
Untuk
meredekan pergolakan yang terjadi di berbagai daerah, pada tanggal 14 September
1957, diselenggarakan Musyawarah Nasional (MUNAS) di Gedung Proklamasi
Jalan Pegangsaan Timur 56 yang dihadiri tokoh-tokoh dari pusat dan daerah.
Usaha
pemerintah untuk mengatasi krisis dalam negeri itu tidak berhasil dengan baik.
Bahkan tidak lama kemudian, terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Soekarno pada tanggal 30 November 1957
di depan perguruan Cikini yang disebut sebagai Peristiwa Cikini.
Kabinet
juanda berakhir seteleh Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru dalam sejarah RI, yaitu masa
Demokrasi Terpimpin.
1. Andrea
P.P.P (05)
2. Andriana
Yuli K (06)
3. Zakariyas
D.N (32)