Man Jadda Wajada (resensi)



     
Negeri Lima Menara adalah buku pertama dari sebuah trilogi. Negeri Lima Menara adalah novel yang terinspirasi dari pengalaman penulis A. Fuadi menikmati pendidikan yang mencerahkan di Pondok Modern Gontor. Tokoh utama yang dikisahkan dalam novel ini adalah Alif Fikri, seorang bocah laki-laki lulusan sebuah MTS di dekat danau Maninjau, Novel ini menceritakan berbagai kisah sederhana kehidupan di Pondok Madani, pesantren modern yang akhirnya menampung Alif di dalamnya. Suka, duka, persahabatan, dan pengajaran-pengajaran PM yang sederhana namun mengena. PM berbeda dengan sekolah agama lainnya karena di sini para murid dilatih untuk menjadi intelektual dan mampu menganalisa berbagai ilmu dari sudut pandang Islam. Sehari-harinya mereka wajib menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris. Jika melanggar, tidak mungkin tidak terlepas dari hukuman. PM sangat ketat dengan pengawasan dan kedisiplinannya. Sebelum memutuskan untuk pergi ke PM, Alif sempat berselisih paham dengan Ibunya. Alif awalnya bermimpi melanjutkan pendidikannya di SMA, bukan di sekolah agama karena Alif dan kawannya Randai bercita-cita akan bersekolah di ITB setelah tamat SMA. Namun mimpinya itu bertentangan dengan keinginan sang Ibu untuk menyekolahkan Alif di sekolah agama karena beliau ingin Alif dapat menjadi pemimpin agama yang mampu membina umatnya.

Nuansa Islam begitu terasa dalam novel ini. Bagian awal novel ini cukup menarik karena mengajak pembaca berimajinasi bagaimana kisah Alif selanjutnya. Sayanagnya alur cerita dalam novel ini datar-datar saja dan klimaksnya kurang menonjol yaitu menceritakan kehidupan ala pondok yang khas. Bagian akhir novel ini juga tidak terlalu istimewa, mungkin akan lebih baik jika penulis membuat konflik-konflik yang lebih tegang atau menuliskan ending yang lebih memukau pembaca. Namun, yang menjadi kelebihan novel ini adalah alur yang digunakan yaitu alur campuran mampu mengulas kehidupan Alif baik saat ia berada di PM maupun kenangan-kenangan saat ia tinggal di Maninjau dengan jelas.

Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini sangat menarik. Di dalam novel ini terdapat bahasa daerah Maninjau, Medan, Sunda, dan Arab, dengan banyaknya bahasa yang digunakan dapat menambah kosakata dan wawasan pembaca. Untuk memudahkan pembaca memahami kata-kata dalam bahasa daerah tersebut, terdapat catatan kaki di bagian bawah yang menjelaskan arti dari kata tersebut. Dalam novel ini terdapat ungkapan-ungkapan motivasi sehingga novel ini lebih terkenang.

Banyak pesan moral dalam novel karya A. Fuadi ini, mengingatkan pembaca tentang pengabdian seorang pemuda kepada orang tua, agama, dan bangsanya. Bukan hanya memikirkan masa depan untuk kepentingan pribadi. Sebuah kisah inspiratif yang diharapkan mampu membangkitkan nilai-nilai positif pada diri pembacanya.

by : exotic person

Categories: Share

Leave a Reply